Kamis, 31 Januari 2019

Berbeda itu ROHMAH, ora kudu Podo, Broo,,

Beda Itu Biasa
Apa jadinya jika isi dunia ini sama ? Apa jadinya jika wajahku, wajahmu, wajah kita semua sama ? Apa jadinya jika pangkat dan jabatan semua manusia sama ? Apa jadinya jika harta kekayaan kita jumlahnya sama ? Apa jadinya, apa jadinya, apa jadinya jika tidak ada yang berbeda ?
Nah loh !
Misal ya !
Jika yang ada di dunia wajahku dan wajahmu sama. Wajah istriku dan istrimu sama. Wajah serta postur dan karakter anakku dan anakmu sama. Apa tidak mumet kepalaku, kepalamu, kepala istriku, kepala istrimu, kepala anakku, maupun kepala anakmu.
Silahkan bayangkan contoh yang lain.
Ahir-ahir ini ada banyak orang yang belum siap dngan kebhinekaan, belum siap dengan perbedaan, belum dewasa menghadapi keberagaman, dan belum mengerti arti kemajemukan.
Sikap belum siap berbeda terjadi di semua lini kebidupan. Dalam beragama, berpolitik, berprofesi, dan seterusnya sering orang ingin satu warna. Bahkan memaksa untuk sewarna. Karena keinginan berseragam dalam semua lini ditunggangi oleh ego, akibatnya juga menimbulkan sikap yang kacau. Biasanya, yang tidak sewarna, tidak sealiran, dan tidak sepilihan dianggap sebagai musuhnya. Meskipun di antara mereka ada pertalian darah.
Yang cukup unik, keinginan menyeragamkan sesuatu itu juga merasuk dan bertahta di dada orang-orang yang beragama untuk menyamakan amaliah furuiyah ibadahnya. Dan ini terjadi di semua agama. Dalam agama saya, Islam, pun lahir aliran-aliran yang berbeda-beda. Tak jarang perbedaan ini menghadirkan benturan yang tajam. Satu kelompok menuduh kelompok lain sesat. Tuduhan itu dibalas dengan tuduhan lain yang tak kalah sadis. Misal, kafir, musrik, ahli neraka dan seterusnya.

Dulu saya juga sempat berfikir. Masak umat Islam yang satu nabi dan satu kitab suci tidak bisa seragam dalam ibadah ? Rasa penasaran itu terjawab dengan ditemukannya sabda Rasulullah saw yang beragam dalam menanggapi satu kejadian. Dalam al Quran pun para mufassir sering berbeda dalam menafsirkan ayat yang sama. Dalam fikih, madzhab-madzhab para imam pun berbeda-beda. Dari sana saya temukan jawaban bahwa perbedaan itu adalah sunnatullah atau ketetapan Allah ! Kekecewaan akan dirasa demikian menyakitkan bagi yang ingin menyeragamkan segala sesuatu.
Dalam beragama, saya menyikapi perbedaan dengan simple. Selama rukun iman dan rukun islam kita sama, maka kita adalah saudara. Perkara ibadah furuiyah, ya tak apa berbeda !
Dan yang paling penting,,!!! Mari berbeda tanpa mencela. Mari berlainan pilihan namun jangan merendahkan.,,
Wiss,, paham Tohh,,???



Jumat, 04 Januari 2019

Ummatan Hyokyok'oo

Umat Islam di Indonesia ini joss dalam hal menciptakan materi diskusi. Waktu natal, temanya ya natal. Tahun baru, judulnya ya tahun baru. Giliran maulid Nabi saw, temanya ya maulid Nabi saw, dstnya.
Asyik kan hidup di Indonesia...... 
Dan yang garang-garang dari mereka adalah yang baru-baru belajar agama. Sehingga dengan kegarangannya merasa lebih baik, lebih shalih, lebih takwa, dan lebih layak diikuti pendapatnya. Kadang saking garangnya lupa masa lalu yang sudah dilewatinya..... Haddeehh.... 
Terhadap yang demikian itu saya sering menjuluki *ummatan koyo hyokyok'oo*. Dan tahun baru di  tahun 2019 ini, amati saja, rata-rata kids-kids jaman now yang mengharamkan kembang api, tiup terompet, dan seterusnya adalah mereka yang dulu aktif meramaikan. Sementara yang dari awal menganggap tahun baru sebagai pergantian yang biasa dan dijadikan momen introspeksi serta bersyukur sikapnya ya biasa-biasa saja.... 
Oh ya, rata-rata dari kids-kids itu dangkal ilmu agamanya. Baca al Quran saja kadang grotal-gratul. Apalagi menguasai ilmu-ilmu lain. Daripada teriak-teriak merasa lebih baik, mbok ya belajar agama saja pada ulama' yang betul-betul 'alim. Latihan menata hati agar tak mudah benci. Latihan mengenal dakwah dan seterusnya....
Mbok ojo hyokyok'oo ngunu ahh, Bro....